Kamis, 29 April 2010

PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2009
TENTANG
PENYALURAN TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran pemberian tunjangan kehormatan bagi dosen dengan jabatan akademik Profesor yang telah memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi dosen, perlu mekanisme penyaluran tunjangan kehormatan Profesor;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penyaluran Tunjangan Kehormatan Profesor;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2007;
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2008 tentang Perubahan pertama Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 42 tahun 2007;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PENYALURAN TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR.


Pasal 1

(1) Tunjangan kehormatan Profesor diberikan kepada dosen dengan jenjang jabatan akademik Profesor.
(2) Tunjangan kehormatan Profesor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan kepada profesor yang memenuhi persyaratan sebagaimana berikut:
a. memiliki satu sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen Pendidikan Nasional;
b. melaksanakan Tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1. beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan;
2. beban kerja pengabdian kepada masyarakat di laksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain.
c. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tempat yang bersangkutan bertugas;
d. terdaftar pada Departemen Pendidikan Nasional sebagai dosen tetap; dan
e. berusia maksimal:
1. 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2. 70 (tujuh puluh tahun) tahun bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Profesor yang mendapat penugasan sebagai pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan sampai dengan tingkat jurusan, program studi atau nama lain yang sejenis, memperoleh tunjangan kehormatan sepanjang yang bersangkutan melaksanakan dharma pendidikan paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) satuan kredit semester.
(3) Pemberian tunjangan kehormatan Profesor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 2
Besar tunjangan kehormatan Professor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat setara dengan 2 (dua) kali gaji pokok Profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

Pasal 3
Tunjangan kehormatan Profesor dialokasikan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Pasal 4
(1) Mekanisme penyaluran tunjangan kehormatan Profesor sebagai berikut:
a. Rektor universitas/institut, atau Ketua sekolah tinggi pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah memeriksa data Profesor penerima tunjangan kehormatan dan mengirimkan daftar penerima tunjangan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;
b. Rektor universitas/institut, atau Ketua sekolah tinggi pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat memeriksa data Profesor pegawai negeri sipil (PNS) dipekerjakan atau Profesor tetap penerima tunjangan kehormatan dan mengirimkan daftar penerima tunjangan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta setempat;
c. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi memeriksa daftar Profesor penerima tunjangan kehormatan;
(2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Fotocopy sertifikat pendidik yang telah dilegalisir oleh perguruan tinggi oleh pejabat yang berwenang di bidang kepegawaian pada perguruan tinggi tempat yang bersangkutan bekerja;
b. Fotocopy SK kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala terakhir bagi dosen PNS yang telah dilegalisir oleh perguruan tinggi tempat dosen bertugas;
c. Surat keterangan beban kerja sebagai dosen dari pemimpin universitas/institut/sekolah tinggi atau pemimpin fakultas tempat dosen PNS atau dosen PNS dipekerjakan atau dosen tetap bertugas pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 5
Profesor yang telah melengkapi data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) mendapat tunjangan kehormatan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009.

Pasal 6
Profesor penerima tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

Pasal 7
(1) Pembayaran tunjangan kehormatan dihentikan apabila :
a. dosen meninggal dunia;
b. dosen mencapai batas usia pensiun 65 tahun bagi yang tidak diperpanjang masa tugasnya;
c. perpanjangan batas usia pensiun bagi dosen PNS dengan jabatan akademik profesor telah berakhir;
d. mengundurkan diri sebagai dosen atas permintaan sendiri atau alih tugas bukan sebagai dosen; atau
e. diberhentikan karena melanggar peraturan disiplin PNS.

(2) Pembayaran tunjangan kehormatan dapat dihentikan apabila :
a. melalaikan kewajiban sebagai dosen dengan tidak melaksanakan tugas secara terus menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani;
b. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan;
c. dosen melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama;
d. dosen yang bersangkutan dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
e. beban kerja dosen kurang dari yang dipersyaratkan;
f. melanggar sumpah dan/atau janji jabatan; dan
g. melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus menerus.
(3) Pembayaran tunjangan kehormatan dapat dibatalkan apabila :
a. ditemukan bukti bahwa dosen yang bersangkutan memalsukan data dokumen yang dipersyaratkan dalam peraturan ini; dan/atau
b. sertifikat pendidik yang bersangkutan dinyatakan batal.

Pasal 8
(1) Pembayaran tunjangan kehormatan dihentikan sementara bagi dosen yangmenduduki jabatan struktural atau sebagai pejabat negara.
(2) Pembayaran kembali tunjangan kehormatan bagi dosen dengan jabatan akademik profesor yang tidak lagi menduduki jabatan struktural atau sebagai pejabat negara dilakukan berdasarkan permohonan pemimpin perguruan tinggi.

Pasal 9
(1) Rektor universitas/institut, atau ketua sekolah tinggi, tempat dosen PNS dengan jabatan akademik profesor bertugas menyampaikan laporan mengenai perubahan data dosen dengan jabatan akademik profesor dan kejadian yang dapat mengakibatkan terjadinya penghentian atau pembatalan tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi dosen dengan jabatan akademik profesor tetap pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah disampaikan oleh rektor universitas/institut, atau ketua sekolah tinggi, tempat dosen dengan jabatan akademik professor bertugas kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi dosen PNS dengan jabatan akademik profesor dipekerjakan dan dosen tetap dengan jabatan akademik profesor pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat disampaikan oleh rektor universitas/institut, ketua sekolah tinggi, atau direktur politeknik/akademi tempat dosen bertugas kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta setempat.

Pasal 10
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2009.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 April 2009

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional
Kepala Biro

Ttd

Dr. Andi Pangerang Moenta, S.H., M.H., DFM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar